Allah

Kamis, 29 April 2010

Cinta Dunia

Kaum muslimin dan mislimat salah satu dosa yang besar dan selalu mendapat murka dari Allah Swt adalah mereka sangat cinta dengan dunianya, artinya mereka rakus sekali ingin mendapatnya dunia dengan mencari harta sampai melupakan Allah melupakan akhirat atau lupa meraka akan meninggal dunia, dan termasuk orang yang cinta akan dunia nya ialah dia yang bersifat kikir dan pelit.
Siapa orang yang bersifat demikian rupa maka dia berada dalam ancaman yang sangat pedih.
Allah Swt bekata : Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan, Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan ( Huud 15-16 ).
Hamba-hamba Allah yang mulia, renungkanlah ayat-ayat Allah, bacalah lah ayat-ayat Allah Swt, agar kita terjaga dari siksanya, terhindar dari murkanya, Allah Swt juga berkata kepada orang-orang yang cinta dunia :
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir, Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. ( Al Israa’ 18-19 )
Allah Swt tidak melarang kita mencari harta akan tetapi akhirat yang di utamakan, kita sebagai muslim harus kuat baik dari segi ilmu dunia dan hartanya tapi kita harus lebih kuat lagi dengan ilmu akhiratnya , agar kita tidak tertipu dengan dunia yang fana ini, agar kita bisa gunakan dunia ini untuk ibadah agar harta kita bisa digunakan hanya untuk dijalan Allah dan Rosulnya
.
Allah Swt Menginggatkan kepada kita : Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu ( Al Kahfi 45 )
Allah Juga berkata : Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.( Al Hadiid 20 )
Allah Swt berkata : Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). ( An Naazi’aat 37-39 )
Saudaraku yang mencintai Allah Swt, jangan sampai kita tertipu dengan dunia kita, Nabi Muhammad Saw berkata : Cinta dunia Pangkal dari malapetaka.
Al Imam Syafi’I Ra berkata : Dunia ini Cuma sesaat tapi jadikan sesaat ini hanya untuk beribadah kepada Allah Swt.
Kaum muslimin dan muslimat mudah-mudahan kita bisa menjadi hamba yang baik, hamba yang jujur, hamba yang beriman, dan kita berusaha menghindarkan dari dalam diri kita sifat yang tercela seperti sifat cinta dunia. Amin

www.majelisalanwar.com 

Rabu, 28 April 2010

Habaib

Habaib atau Syarif dahulu kala disebut dengan panggilan Suna, yang dijuluki untuk Wali Songo khususnya di negeri Indonesia kita ini. Habaib adalah cucu keturunan Nabi Muhammad SAW dari anak putri Nabi Muhammad SAW yang bernama Sayyidatina Fatimah. Sebagaimana yang tertera di dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :

“Semua nasab itu dari laki-laki, kecuali nasab ku dari Fatimah putriku”

    Lalu dari hasil pernikahan Sayyidatina Fatimah dengan Sayidina Ali ra, lahirlah 2 orang putra yang bernama Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan dari keduanya memiliki keturunan sampai hari Kiamat. Dari garis keturunan Sayyidina Hasan yang dikenal keturunannya yaitu Tuan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, serta dari garis keturunan Sayyidina Husein seperti diantaranya disebut dengan Assegaf, Al Haddad, Al Idrus, Al Atthos, Syekh Abu Bakar dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka semua itu disebut dengan Habaib.

    Habaib adalah penerus mutlak cucu Nabi Muhammad SAW, Habaib di seluruh dunia ini diakui ilmunya yang rata-rata bermazhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan lebih banyak bermazhab kepada Imam Syafi’I, rata-rata beliau berasal dari Negeri Yaman. Ilmu-ilmu beliau banyak dan cepat diterima oleh masyarakat dunia, khususnya di negeri indonesia. Di Hadromut (Yaman Selatan) kita mengenal Al Habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad, yang mana kitab karangan beliau ini banyak digunakan oleh para ulama dari seluruh penjuru dunia khususnya di Indonesia. Kitab karangan beliau yang sering kita jumpai dan kita kenal adalah Nasahdiniyah yang artinya nasihat-nasihat agama. Begitu banyak ilmu-ilmu Rosululloh SAW yang dikarang oleh para habaib yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits-hadits. Ketahuilah mencintai mereka para habaib adalah wajib dan haram hukumnya membenci mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

”Barangsiapa yang mencintai keluargaku maka wajib bersamaku di dalam syurga dan barang siapa yang membenci keluargaku maka haram baginya mendapatkan syafa’atku nanti di hari kiamat”


    Ingatlah mereka para habaib bagaikan bintang-bintang tanda aman ahli langit dan keluarga Nabi Muhammad SAW adalah tanda pangaman untuk ummatnya, maka kita tidak aneh bila ada para habaib pengikut mereka atau pencinta mereka makin bertambah di seluruh penjuru dunia karena mereka adalah karunia yang besar untuk ummat Nabi Muhammad SAW sebagai jalan menuju ridho Allah SWT dan tiada jalan yang lebih baik kecuali jalannya para habaib yang mengikuti kakek moyang beliau dan salaf-salaf beliau yang terpancar kebenarannya di muka bumi ini.

Selasa, 13 April 2010

Karakteristik Istri Sholehah


Oleh : Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman
  
Wanita Shalihah (isteri shalihah) merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia gelar yang diberikan kepada wanita kekasih Allah. Titel atau gelar itu bukan sekadar nama dan kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam kehidupan seorang wanita. Masyarakat Muslim diingatkan, supaya waspada terhadap khadra’uddiman, yaitu wanita cantik yang tumbuh dewasa di tempat yang buruk. 
BANYAK wanita mendambakan titel itu, tetapi sangat sedikit yang sampai kepada tujuan yang dirindukan. Sebab, perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh seorang wanita mengharuskannya melalui jalan yang terjal, berkelok, berbatu, naik bukit dan turun gunung, penuh onak dan duri. Kenanglah sejenak perjalanan hidup para pemimpin wanita ahli surga, yaitu sebaik-baik wa-nita sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini.
“Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari Muslim).
Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Lelaki yang sempurna banyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti keutamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan lainnya.” (HR. Bukhari).
Nabi Saw bersabda: “Fatimah adalah pemimpin wanita ahli surga”. (HR. Bukhari)
Kesemua wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar sebagai sebaik-baik wanita ahli surga (Mar-yam, Asiah, Khadijah, Aisyah dan Fatimah) adalah wanita-wanita yang perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan tantangan.
Mereka ditimpa banyak musibah dan bala bencana, baik dalam urusan keluarga, masyarakat dan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Namun mereka tidak bergeming dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Apakah ciri dan karakter yang dimiliki dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, sehingga dengan tegar bertahan dari segala amuk duniawi, dan mendapatkan gelar mulia sebagai wanita/istri shalihah? Secara umum dijelaskan di dalam al-Qur’an, Allah Swt berfirman:|
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wa-nita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Qs. An Nisaa’ 4: 34)
Inilah ayat yang menerangkan secara terperinci tentang ihwal kaum wanita dalam ke-hidupan rumah tangga yang berada di bawah kepemimpinan kaum pria. Disebutkan bahwa ada dua jenis wanita: yang shalihah dan yang tidak shalihah.
Lalu ciri wanita shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat ke-pada Allah Swt, kepada Rasul Nya dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap ma’ruf kepada suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah.

Ats-Tsauri dan Qatadah mengatakan: Arti menjaga kehormatan diri di saat suami tidak ada di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang mesti dipelihara, baik berkenaan dengan kehormatan diri maupun harta. Sementara itu Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hatimu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa’ 4: 34).
Syeikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri di sini adalah menutup apa yang dapat membuat malu ketika diperlihatkan atau diungkapkan. Artinya, menjaga segala sesuatu yang secara khusus berkenaan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia suaminya kepada siapa-pun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya karena ingin mencari solusi keruwetan rumah tangga.
Secara syar’i, yang juga bisa dikategorikan da-lam hal ini adalah keha-rusan merahasiakan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan intim suami istri, termasuk di dalamnya menceritakan hal-hal yang tidak senonoh. Jangan seperti khadrau’ud-diman, seperti yang sering ditayangkan infotainment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya.
Apatah lagi bila sampai ke bentuk-bentuk perilaku yang mereka laksanakan sebagai pasangan suami isteri yang tidak layak didengar oleh selain mereka. Selain itu juga dapat difahami bahwa ungkapan yang disebut oleh Al-Qur’an di atas, merupakan salah satu ungkapan yang memiliki arti kiasan yang amat mendalam: menghentak kaum wanita yang keras hati, namun bisa difahami rahasianya oleh mereka yang berhati lembut.
Kaum wanita memang memiliki naluri yang demikian lembut, dimana anda sekalian bisa menerobos hati mereka hanya dengan menyentuh ujung jarinya saja. Jantung mereka memiliki nadi-nadi peka yang segera memompakan darah ke raut wajah mereka manakala menerima rangsangan.
Maka tidak dibenarkan menghubungkan langsung kalimat hifzhul ghaib (menjaga harta dan kehormatan diri) dengan kalimat bima hafizhallah (sebagai-mana Allah menjaga diri-nya). Sebab perpindahan yang demikian drastis dari penuturan rahasia diri yang tersembunyi ke arah penuturan penjagaan Allah yang demikian jelas memalingkan seseorang untuk berfikir secara berkepanjangan tentang hal-hal yang berada di balik tabir-tabir rahasia pribadi suami istri. Yakni, hal-hal yang tersembunyi dan rahasia, untuk dialihkan pada pengawasan Allah Azza wajalla.
Penghormatan yang diberikan kepada kaum wanita melalui kesaksian Allah tersebut di atas, di-maksudkan agar mereka tetap terjaga dari jamahan tangan-tangan kotor, pan-dangan mata jahil, atau pergunjingan, di saat sua-mi mereka tidak berada di rumah, melalui bujukan, rayuan berupa lembaran-lembaran uang, mobil mewah, rumah indah atau beberapa kerat roti.
Jadi, wanita-wanita shalihah ialah wanita yang menjaga harta dan kehormatan dirinya ketika suaminya tidak di rumah, sebagaimana Allah telah menjaga mereka. Itulah yang menjadi sifat shalihah kepada mereka. Sebab seorang wanita yang sha-lihah akan selalu mendapat pengawasan dari Allah Swt, dan ketakwaan yang mereka miliki me-nyebabkan mereka bisa menjadi wanita-wanita yang terpelihara dari sifat khianat dan mampu men-jaga amanat.
Oleh karena itulah yang dimaksud dengan Wanita Shalihah dalam ayat di atas adalah mereka yang selalu taat kepada Allah Swt, Rasul Nya, suaminya dan tidak mem-perturutkan hawa nafsu-nya dalam hidup harian-nya. Apabila dikaitkan arti ayat yang disebutkan di atas tepat sekali untuk menggambarkan ihwal kaum wanita masa kini yang senang membeberkan rahasia-rahasia rumah tangga sendiri, atau rumah tangga orang lain (gosip wanita sinetron) dan tidak bisa menjaga harta dan kehormatan dirinya mana-kala suami mereka tidak berada di rumah bukanlah termasuk dalam koridor wanita shalihah.
Jangan seperti khad-rau’uddiman, seperti yang sering ditayangkan infotai-ment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Jika diamati dengan seksa-ma keterangan diatas, ma-ka dapat disimpulkan bah-wa isteri yang shalihah mempunyai karakter se-bagai berikut:
1. Menaati  Allah dan Rasul Nya
Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan imannya. Yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya selama-lamanya. Allah Swt. berfirman:|
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan – ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (Qs. An Nisaa’, 4: 13)
Firman Allah lagi: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rosul-NYA, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An Nisaa’, 4: 69)
Abu Hurairah ra ber-kata, Rasulullah Saw ber-sabda: “Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan (tidak mau). Para sahabat bertanya: Siapa-kah yang enggan itu wahai Rasulullah? Beliau men-jawab: Barang siapa yang ta’at kepadaku (mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk surga, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang yang enggan masuk surga.” (HR Bukhari)
Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga de-ngan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan sebenar-benarnya.
2. Menaati Suami
Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-tu keselamatan baginya un-tuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
“Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya, maka akan dipersilahkan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu suka.” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasanya Asma datang kepada Nabi dan berkata: Sesung-guhnya aku adalah utusan dari kaum wanita Muslim, semua mereka berkata dan berpendapat sebagaimana aku Wahai Rasulullah, se-sungguhnya Allah telah mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman kepadamu dan mengikutimu, (namun) ka-mi kaum wanita merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal kamilah yang me-nunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, sedang mereka dilebihkan dengan sholat berjamaah, menyaksikan jenazah dan berjihad di jalan Allah.
Dan apabila mereka ke luar berjihad, kamilah yang menjaga harta me-eka dan kamilah yang memelihara anak-anak me-reka, maka apakah kami tidak mendapatkan bagian pahala mereka wahai Rasulullah? Maka ber-palinglah Rasulullah ke-pada para sahabatnya dan bertanya: Apakah tadi kamu sudah mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan ten-ang agamanya? Mereka menjawab: Ya, Demi Allah wahai Rasulullah, kemu-dian beliau bersabda: Pergilah engkau wahai Asma dan beritahukanlah kepada wanita-wanita yang mengutusmu bahwa layanan baik salah seorang kamu kepada suaminya, meminta keridhaannya dan menuruti kemauannya menyamai (pahala) amalan laki-laki yang engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi sambil bertahlil dan bertakbir karena gembiranya dengan apa yang diucapkan Rasulullah kepadanya. (Al Istii’aab, Ibnu ‘Abd al Bar)
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, wakil wanita berkata:“Wahai Rasulullah, saya wakil dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat) untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut? Maka Rasulullah menjawab, Sam-paikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang eng-kau temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak sua-mi adalah menyamai yang demikian itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksana-kannya.” (HR al Bazzar)

3. Melayani Suami

Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaik-baiknya. Maka jika taat kepada suami dan pandai melayaninya, hal itu merupakan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-nya meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Tiap-tiap isteri yang mati diridhai oleh suaminya, maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Mu’adz di-utus ke Yaman atau Syam dan dia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah lebih layak untuk di-agungkan (daripada me-reka). Maka tatkala ia da-tang kepada Rasulullah ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang Nashrani bers-ujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya, dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk diagungkan (daripada mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh meme-rintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sungguh akan kuperintahkan isteri bersujud kepada suami-nya dan seorang isteri belum dikatakan menunaikan kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan ke-wajibannya terhadap suami seluruhnya, sehingga andai-kan (suaminya) memerlu-kannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh me-nolaknya. (HR Ahmad)
4. Menjaga  Kehormatan Diri
Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan karakteristik seperti ini berarti telah memiliki harta simpanan yang terbaik.
Dari Abu Umamah ra, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang (lelaki) Mukmin sesudah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang ia dapat menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap berbuat baik, dan jika ia ditinggal bepergian (oleh suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal kehormatan dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)
Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: “Ada empat perkara siapa yang memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala bencana (musibah) dan isteri yang tidak menjerumuskan suaminya dan merusakkan harta bendanya.” (HR Thabrani dengan isnad Jayyid).
Wanita paling baik ada-lah wanita (isteri) yang apabila engkau meman-dangnya menggembirakanmu, apabila engkau menyuruhnya dia pun menaati, dan apabila engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu. (HR Abu Dawud. Derajat hadits oleh al Hakim dinyatakan shahih).
Semoga para akhwat mampu memiliki karakter tersebut sehingga melayak-kannya mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah Swt. Mereka menjadi partner dalam perjuangan fi sabilillah, dan menjadi pendamping setia dikala suka dan duka bersama suami yang dicintainya. Amien Ya Rabbal Alamin.

Syiah dan Sunni

Sudah sejak lama permasalahan Sunni (sunnah) versus Syiah menjadi ajang debat dan bahkan akhir-akhir ini sudah ada kelompok-kelompok yang mengkafirkan salah satu pihak. Masing-masing punya pendirian dan merasa benar, saling mengemukakan latar belakang sejarah disertai dalil-dalil hadisnya.
Secara umum, ISU perbedaan antara sunni dan syiah yang sering kita dengar yaitu terletak pada masalah aqidah. Syiah & pengikutnya, menurut banyak kalangan, lebih memuliakan khalifah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan sunni merupakan pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW sehingga lebih memuliakan beliau.
Perbedaan  tersebut sudah lama sekali diisukan dan menyebar ke seantero dunia, tanpa melihat atau mengetahui pihak mana yang sebenarnya (mengadu-domba) dengan membesar-besarkan perbedaan antar kedua kubu tersebut.
Dasar/asal mula perbedaan utamanya adalah siapa yang lebih pantas menjadi panutan/pimpinan sepeninggal Nabi agama tersebut. Berikut adalah kutipan dari Wikipedia Indonesia :

Muslim Syi’ah percaya bahwa  Keluarga Muhammad SAW SAW (yaitu para Imam Syi’ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur’an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad SAW SAW, dan pembawa serta penjaga terpercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi’ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammad SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad SAW, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi’ah percaya bhw Ali dipilih melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi’ah dan Sunni dalam penafsiran Al Qur’an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi’ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah ra tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi’ah mengakui otoritas Imam Syi’ah (juga dikenal dengan Khalifah Illahi) sebagai pemegang otoritas agama.

Anda Sunni atau Syi’ah ?
Anda Muslim? Bila jawaban anda adalah ‘Ya!’ dan anda berada di Indonesia, orang yang bertanya kepada anda mungkin tak akan memberikan pertanyaan susulan yang berhubungan. Namun bila anda diberi pertanyaan macam ini di Libanon atau Suriah dan jawaban anda sama [‘Ya!’], sebuah pertanyaan susulan mungkin akan mengemuka: ‘Anda Sunni atau Syi’ah?’
Ketika kita berbicara tentang Sunni dan Syi’ah, rasanya pembiacaraan ini bagai mengupas sebuah kubis: semakin dalam anda kupas, maka anda tak kunjung menemukan ujungnya, bahkan hingga kubis yang anda kupas habis hingga lembaran terakhir. Perdebatan antara Sunni dan Syi’ah telah berlangsung sejak Abad ke-8 dan tak pernah menemukan ujungnya hingga Abad ke-21 sekarang ini.
Randy Pausch pernah berkata bahwa dalam hidup ini, 10 persen adalah hitam, 10 persen lainnya putih, dan 80% adalah abu-abu. Bila kita mencoba menarik garis pemisah antara Sunni dan Syi’ah, maka sebenarnya warna dominan abu-abu yang 80% itu memang melekat kepada keduanya. Nyaris tak ada perbedaan dalam garis besar akidah maupun ibadah. Lantas mengapa Umat Islam terpecah ke dalam dua golongan?
Walau saat ini kita tahu bahwa perbedaan yang sedikit antara Sunni dan Syiah adalah fundamental –yakni menyangkut akidah dan ideologi, namun akar masalahnya sendiri ternyata hanya sekedar masalah politik yang sepele. Ketika arus politik Islam pada Abad ke-7 mengalir ke dua cabang, umat dipaksa untuk memilih: BERPIHAK KEPADA ALI BIN ABU THALIB ATAU KEPADA MU’AWIYAH BIN ABU SUFYAN.
Ali bin Abu Thalib jelas tak bersalah bila sebagian umat pendukungnya kemudian tiba-tiba saja mengembangkan teologi sendiri yang melahirkan aliran Syi’ah.  Sebuah pelajaran berharga dapat dipetik. Pelajaran itu berada pada kisaran bagaimana politik dan sikap politik dapat memecah kesatuan umat dan berujung pada rusaknya akidah sebagian umat.
Fenomena pertentangan politik yang berujung pada kerusakan akidah pun bisa terjadi pada masa-masa pasca lahirnya Syi’ah. Gerakan Ahmadiyyah di Qadian tak akan lahir tanpa adanya pertentangan antar Umat Islam Hindustan yang berjuang melepaskan diri dari penjajahan Inggris dengan saudara-saudaranya yang memihak Inggris. Seperti telah kita ketahui, orang-orang Ahmadiyyah adalah para komprador Inggris di tanah Hindustan.
Maraknya kemunculan nabi-nabi palsu di zaman sekarang pun tak lepas dari faktor politik. Misalnya di Indonesia: Sistem politik yang dianut Indonesia mengarahkan masyarakat untuk menjadi kapitalis. Dalam tatanan masyarakat kapitalis, sebagian orang akan menjadi sangat kaya (golongan konglomerat) dan sebagaian lainnya akan ‘dipaksa’ untuk miskin. Kemiskinan di tengah ketiadaan harapan akan masa depan yang jelas menjadikan manusia mencari solusi-solusi instan yangdapatmelepaskan diri mereka dari jeratan kemiskinan. Sekularisme yang menjauhkan masyarakat dari Agama menjadi paket adisional bagi kapitalisme, sehingga spiritualisme masyarakat pun jatuh ke titik terrendah. Kondisi inilah yang menjadi sebab utama mengapa nabi-nabi palsu selalu memiliki pengikut –walau dalam jumlah sedikit.
Andai Allah memiliki jari, pasti saat ini telunjuknya tengah mengarah ke dada para politisi. Para politisi, penguasa, pengambil kebijakan, dan juga para pengikut garis politik tertentu harus berhati-hati. Silang pendapat dan sengketa antar mereka dapat melahirkan implikasi besar yang akibatnya mungkin tak akan hilang dalam hitungan hariatau pekan, namun hingga berabad-abad setelahnya, seperti dalam kasus Sunni Vs. Syi’ah. Dalam kasus Sunni Vs. Syi’ah, kita pun dapat belajar bahwa kedahsyatan pertentangan politik tak hanya akan memberikan dampak kepada kehidupan sosial, namun juga spiritual.

Isu Pertentangan Sunni versus Syiah di Irak
IRIB Bahasa Indonesia => Pasca eksekusi Saddam Husein, media-media Barat dan juga sejumlah media Arab yang ‘terkait’ dengan Barat sangat gencar memunculkan isu pertentangan Sunni-Syiah di Irak. Saddam, mantan diktator Irak yang pernah membantai ratusan ribu warga Sunni Halabja, Kurdi, dalam operasi Al-Anfal tahun 1988, tiba-tiba diposisikan sebagai pahlawan Sunni, hanya gara-gara ia divonis hukuman mati akibat kejahatannya membantai 148 warga Syiah di Desa Ad-Dujail; atau karena pemerintahan di Irak saat ini di bawah kendali kelompok Syiah.
Sedemikian gencarnya propaganda media Barat itu sampai-sampai banyak kalangan muslim di Indonesia ikut-ikutan termakan isu tersebut. Kolom opini Republika menurunkan tulisan yang menyatakan bahwa banyak informasi yang diungkap dalam banyak media Arab dan tokoh-tokoh Sunni Irak serta fakta yang diangkat konsorsium organisasi Irak yang menyebutkan, tidak kurang dari 1.140 kasus penculikan wanita Sunni terjadi dalam setahun. Sekitar 150 orang dibebaskan, 200 wanita belum diketahui nasib mereka, dan ratusan lainnya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Dituliskan juga bahwa studi ini bahkan menyimpulkan, 85 persen operasi pembantaian terhadap Sunni di Irak dewasa ini terindikasi adanya peran Teheran dalam menyokong milisi yang berkoalisi dengan pasukan Amerika. Mereka menghabisi para kelompok Sunni yang berada di garda terdepan melakukan perlawanan terhadap penjajahan Irak. Dalam catatan studi tersebut tidak kurang dari 1.500 personel dari pasukan pengawal revolusi Iran bergabung dalam milisi Badar, milisi Muqtada Sadr, yakni pasukan keamanan bentukan Kementerian Dalam Negeri dan aparat intelijen Irak.
Sulit bagi kita untuk tidak prihatin dengan tulisan-tulisan semacam ini. Data-data yang dibuat, bukan hanya mengabaikan prinsip konfirmatif, yaitu berupaya mencari informasi dari pihak lain, melainkan malah menutup-nutupi fakta lain yang justru menunjukkan bahwa jumlah warga Syiah yang tewas dan menjadi korban akibat berbagai aksi teror di Irak sejak aksi pendudukan AS ini juga sangat besar. Akan tetapi, kelompok Syiah yang berkuasa di Irak, maupun pemerintah Iran, TIDAK PERNAH MENUDING ORANG-ORANG SUNNI SEBAGAI PELAKUNYA. Menurut Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Al-Uzhma Sayid Ali Khamenei, dalam pidatonya di depan para ulama Sunni dan Syiah, pelaku aksi teror di Irak, bukanlah Sunni atau Syiah, melainkan mereka yang merupakan kaki tangan kaum IMPERIALIS YANG INGIN MEMECAH-BELAH PERSATUAN UMMAT ISLAM.
Saudaraku, Ingatlah bahwasanya Allah SWT melarang ummat Islam bercerai-berai:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,.. “(QS. Ali Imron : 103)

Kamis, 08 April 2010

"Kasih sayang Allah untuk umat Nabi Muhammad SAW"


Bukti kebesaran Allah  SWT atas umat Nabi  Muhammad SAW sangatlah jelas dan nyata, di zaman sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW bila satu kaum pengikut para Nabi berbuat dosa kepada Allah SWT (maksiat) maka Allah akan menulis dikeningnya umat yang bertulis hamba ini berdosa dan tidak bisa ditutupi umat tersebut atas diri mereka masing-masing bahwa mereka berbuat dosa dan begitu banyak pula azab Allah yang diturunkan sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW, sala satu kaum yang di tenggelamkan beserta bumi ini adalah kaum Nabi Nuh as dan kaum yang dihujankan batu serta dibalikannya bumi adalah kaum Nabi Luth as dan masih banyak kaum para Nabi lainnya yang Allah SWT turunkan azab.

        Betapa beruntunglah umat Nabi Muhamad SAW atas kasih sayang Allah SWT yang begitu sayang terhadap umat Nabi Muhammad SAW, walaupun begitu banyak dosa dan kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat umatnya tetapi Allah SWT masih membuka pintu ampunan selagi ruh masih berada dijasadnya dan sebelum sampai di tenggorokkannya, Allah SWT masih mengampuni dosanya selagi ia tidak menyekutukan Allah SWT.

        Semua ini bertanda Allah SWT menjaga umat Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT membuktikan kebesaran-Nya, kasih sayang-Nya dengan Allah SWT menurunkan mujizat yang abadi berupa Al-Qur’an dan shalat 5 waktu dan mengagungkan bulan-bulan  dengan ganda pahala yang berlipat ganda untuk umat Nabi Muhammad SAW di antaranya bulan Rajab ini yang begitu banyak fadhilah-fadhilahnya yang bepuasa maupun  yang berdzikir, Allah SWT  akan membukakan pintu tobat yang sebesar-besarnya dari mulai hari pertama sampai hari terakhir bulan Rajab dan Allah SWT memuliakan bulan Sya’ban untuk orang yang mencintai Nabi Muhammad SAW agar bershalawat kepadanya sebanyak-banyaknya karena Allah SWT yang memberikan wewenang penuh kepada Nabi Muhammad SAW untuk menolong umatnya dan bershalawat kepadanya di hari kiamat dan bulan ramadhan bagi manusia yang bertaqwa, taat dan bakti kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, Allah SWT akan akan memberikan derajat yang tinggi untuk umat Nabi Muhammad SAW maka bulan ini dinamakan bulan umat Nabi Muhammad SAW karena Allah SWT menurunkan di bulan ini malam Laillatul Qadar sehingga Allah SWT akan mencintai hambanya yang betul-betul mencintainya..

        Bulan Ramadhan adalah bulan yang penting untuk umat Nabi Muhammad SAW karena disinilah bagi hamba yang menginginkan kasih sayang Allah SWT di bulan mulia ini, di zaman Nabi Muhammad SAW para sahabat menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT dan para Aulia di zaman terdahulu ada yang sampai menghatamkan Al-Qur’an 1 hari 20 kali khatam Al-Qur’an, karena mereka semua mengetahui betapa mulia bulan Ramadhan sehingga mereka tidak pernah berkurang rasa cinta mereka kepada Allah SWT sampai akhir hayat mereka, salah satu kemuliaan umat Nabi Muhammad SAW di bulan ini yang membedakan dengan umat-umat yang lain mereka berlomba-lomba merebut ridho Allah SWT, tidak ada yang kaya dan yang miskin semua wajib berpuasa menunaikan perintah Allah SWT tanpa ada yang memaksa hati-hati mereka, oleh karena itulah jangan sia-sia kan kasih sayang Allah SWT dari rahmatnya yang  besar.

        Wahai umat segeralah tinggalkan segala hal yang tidak di ridhoi oleh Allah SWT dan sambutlah bulan ramadhan dengan berdekatan kepada Allah SWT, basahkan lidahmu dengan berdzikir dan lapangkan dadamu dengan dating ke majelis-majelis dzikir, mudahkan tubuhmu untuk berdekatan kepada Allah SWT agar umurmu tidak sia-sia hidup di alam dunia ini sehingga wajahmu berseri-seri dikala malaikat ijro’il mendatangimu karenakamu rindu ke[ada Allah SWT maka Allah SWT akan rindu pula kepadamu.  

                                                       Sumber nurulmusthofa.org